Sabtu, 07 Mei 2011

The Black Continent: Fatsal 2 The Big Boss

Judul cerita:     XPR: The Black Continent   
Jenis:               Fiksi   
Tema:              Petualangan   
Penulis:            D.A. Satriadi   
Email:              iei.forveryone@gmail.com
Seluler:            082124947925 / 083872689719
Blogspot:         http://theblackcontinent.blogspot.com
Tanggal:           Depok, 01 Mei 2011


dediagussatriadi and Sisa Semangat Production gratefully presents

The Black Continent


Fatsal 2 The Big Boss

    Di pintu ruang ini terpampang dengan jelas inisial cuku besar dengan simbol gambar kepala serigala sedang mengaum. Taring-taring di kanan-kiri mulutnya terlihat sangat runcing dan tajam dengan khas wajah beringas yang nampak selalu haus dan lapar terhadap darah dan daging mangsanya. Di dalam duduk seorang laki-laki berperawakan sanghat tegap atletis meskipun berstelan jas hitam dan dasi pada kemejanya. Rambutnya tersisir kelimis ke atas dengan wajah putih dan hidung mancung dihiasi kumis tipis tanpa cambang dan jenggot. Tonjolan tulang yang sekilas terlihat samar menampakkan wajah oval; namun tersembul kesan garang dan sadis pada kemachoannya.
    Ia sedang memegang telepon, berbicara dengan seseorang. Tidak terlihat senyum di bibir tipisnya dan kata-katannya keras dan tegas, agak sedikit memaki dengan bentakan keras. Ia sangat serius, sehingga memutar kursi ke arah belakang di mana jendela bertirai renggang yang dapat dilipat ke atas dan ke bawah. Di atas meja tidak nampak berkas di sana, kecuali baki sign pen di sisi kanan, asbak di tengah dan telepon di kanan serta sebuah patung serigala yang tengah berdiri mengaum di atas kedua kaki belakangnya. Sementara kaki depannya seolah sedang menggapai dan mencakar calon mangsanya. Di sebelah kiri ruangan satu set sofa mewah beralaskan permadani halus dan lembut, dan di kanannya sebuah meja arsip panjang dengan berbagai jenis dan merk minuman berkelas berkadar alkohol tinggi berdiri dikelilingi di antara beberapa gelas minuman.
    “Bodoh!” Hardik pria itu dengan beringasnya kepada si penelepon di seberang sana.
    Lalu diputar kursinya lagi menghadap lemari berangkas di belakang meja di sebelah kanannya.
    “OK. Kuberikan waktu dua puluh empat jam lagi. Jangan kembali tanpa surat sertifikat lahan itu, dungu! Atau kucongkel mata kalian dengan penaku ini!! Kali ini bentakannya semakin keras mengancam sambil meraih sign pen tersebut.
    “Bodoh, morron! Dungu, otak kerbau!!” Setelah selesai membentak lawan bicaranya di sebrang sana, ia banting gagang telepon dengan keras sehingga menimbulkan suara benturan yang sangat keras.
    Lalu, ia mengambil sebatang cerutu berwarna coklat dari kotak di balik saku jasnya dan menyulutnya. Asapnya ia kepulkan ke atas dengan sedikitmendongakkan kepalanya setelah beberapa kali hisapan kuat dari mulutnya.
    Ia letakkan mancis emas dan ia menraih gagang telepon dan menekan beberapa nomor. Setelah tersambung ia memerintahkan seseorang di telepon itu untuk menghadapnya.
    “Han, datang ke ruanganku,” perintahnya.
    Tak berapa lama orang yang dipanggil Hanpun mengetuk pintu ruangan.
    “Masuk.”
    “Ya, Pak Jetro. Ada yang Cenilhan bisa kerjakan untuk Bapak?” Tanya seorang gadis muda yang sangat cantik dengan manja dengan tubuhnya yang tinggi semampai sangat seksi berbusana blus ketat dan rok agak tinggi memperlihatkan lekak-lekuk tubuh bagian dalam yang sensitif yang aduhai dan auratnya.
    “Kamu konfirmasikan kembali kepada Pak Budigil, Pak Aleandro, dan Pak Diyanto. Jam tujuh nanti malam menghadapku di ruang pertemuan,” perintahnya kepada gadis itu dengan nada tegas masih tersisa kemarahannya setelah berbicara di telepon tadi.
    “Baik, Pak,” jawabnya dengan berjalan ke sebelah kiri, lalu meraih telepon dan memutar nomor milik nama-nama yang disebutkan tadi. Sementara mata sang bos terus mengawasi dengan penuh nafsu beringas ke tubuh sang gadis muda itu tak henti-hentinya seolah-olah tak sabar ingin menerkamnya saat itu juga.
    “Pak Budigil, bos memerintahkan Anda datang ke pertemuan jam tujuh nanti malam. Terima kasih, Pak,” ucapnya kepada seseorang yang disebut Budigil di seberang pesawat telepon.
    Setelah ketiga nama itu dihubungi satu-persatu, lalu ia melaporkan kepada atasannya, Pak Jetro yang masih menatap tubuh indahnya itu dari atas hingga ke ujung kakinya seolah-olah baru pertama kali ia melihatnya.
    “Mereka akan datang jam tujuh nanti malam, Pak,” lapornya dengan pandangan mata yang genit menggoda.
    “Kamu memang sekretarisku yang cantik dan cerdas, Cenilhan. Kemari sini, sayang…..” pujinya sambil menjulurkan kedua tangannya ke arah sang sekretaris itu.
    Cenilhan hanya tersenyum merekah dan menghampiri atasannya itu, lalu perlahan menghempaskan tubuhnya di atas pangkuannya.
    “Bagaimana, kamu sudah sarapan, sayangku?” Tanyanya lembut saat ia berada di dalam pangkuannya.
    “Sudah, bos. Sebelum berangkat kantor tadi,” jawabnya centil sambil tangan kanannya mengusap-usap lengan jas atasannya.
    “Nanti kamu makan siang setelah ini seperti biasa…….” Ujarnya tak melanjutkan kata-katanya.
    “Mmmmh….”
Cenilhanpun hanya bisa menggumam panjang tak bisa melanjutkan kata-katanya setelah kedua bibirnya berhasil disergap oleh atasannya itu. Di ruangan itu, sejuknya pendingin ruangan menambah irama kegiatan seksual bebas kedua insan, tanpa ada seorangpun yang berani masuk ke ruangan atau mengganggunya. Hal itu sudah menjadi rutinitas bejat mereka seolah-olah seperti pasangan suami-isteri saja. Mereka seperti sudah merasa aman, tenang, dan bebas melakukan permesuman itu. Setelah kurang lebih dua jam mereka baru menyelesaikan free sex dan kembali berpakaian seperti semula.
    Kembali sang bos mengambil cerutu dan menyulutnya, lalu mengepul-ngepulkan asap ke wajah sekretarisnya sambil tersenyum puas. Si gadis hanya berdiri tersenyum, lalu menghampirinya, duduk pada tangan kursi atasannya dan memeluknya mesra.
    “Bagaimana, bos?”
    Yang ditanya mengamati bagian-bagian sensitif di atas dan bawah lalu berkata, “Amazing…… Setelah kamu selesai memepersiapkan notulen untuk nanti malam, pergilah berbelanjasesuka hatimu,” sahutnya sambil mengeluarkan beberapa lembaran dolar yang cukup tebal. Tentu saja, itu membuat matanya berbinar kegirangan, sehingga ia mengecup bibir atasannya itu. Setelah beberapa lama sang bos mendorongnya, lalu berkata lagi.
    “O….iya, Gammbya dan Wapkanska sedang apa?” Tanyanya setelah menyelipkan semua lembaran itu ke belahan payudara di dalam blusnya.
    “Mereka sedang mengarsipkan dokumen-dokumen penting dan mnegetik di laptopnya.”
    “OK. Kamu lanjutkan tugasmu dan panggil Gammbya jika sudah selesai,” perintahnya.
    Kemudian ia menyuruh Cenilhan keluar dan menjalankan perintahnya. Selang tak berapa lama seseorang mengetuk pintu dan langsung diperintahkan masuk. Muncullah seorang gadis muda yang tak kalah seksi dan ranum lalu menutup pintu itu kembali. Ia mendekat dan diperintahkan duduk di hadapan sang bos. Mereka bercakap-cakap sebentar tentang pekerjaan dan tugas-tugasnya hari ini. Sang bospun memerintahkannya untuk menyiapkan pertemuan penting nanti malam kepada sekretaris keduanya ini. Seperti sudah menjadi rutinitas tertentu, mereka berdua kembali melakukan kegiatan free sex seperti hari-hari sebelumnya. Begitupun terhadap gadis ketiga, Wapkanska, kini ia seperti layaknya sebuah hidangan penutup makan siang sang bos hari ini. Kembali berkubang dengan maksiat dan dosa.
    “Mumpung aku sedang jaya dan kesempatan menikmati surga dunia ini,” katanya kepada diri sendiri berprinsip tentang keasyikan dan kesenangannya itu.
    Permainan demi permainan seksual bebas dengan gadis-gadis yang sangat mudah baginya dapatkan kapan saja ia kehendaki. Ia telah melupakan hakikat kehidupan hakiki. Ia seperti sudah menjadi penguasa tunggal di penjuru wilayah ini. Dengan menguasai seluruh perdagangan dan pendistribusian obat-obatan terlarang, perjudian, permesuman dan kriminalitas ke dunia internasional, ia merasa tak akan pernah tersentuh oleh hukum dan perundang-undangan.
    Jetro sungguh-sungguh tak mau tahu dan kenal lagi dengan nasehat atau saran kebenaran dari siapapun. Menurutnya bahwa dirinyalah kebenaran itu. Bahkan tokoh agama atau cendekiawan sekalipun tak mampu mengetuk sanubarinya.
    Ia juga sudah lupa bahwa kehidupan dunia itu hanya permainan, kesenangan, perhiasan, bermegah-megahan dan antara mereka berbanyak-banyakan dalam harta dan keturunan. Ia dan orang-orangnya itu telah senang dan tenang dengan kehidupan dunia.
    Setelah tiba jam makan siang di kantornya dan tidak menemukan permasalahan yang berarti di sana, ia bergegas ke ruang khusus ia bersantap menikmati hidangan istimewa yang tersedia beberapa saat. Kemudian ia meninggalkan kantor itu dan bergegas menuju ke tempat peristirahatannya. Dipacunya sendiri sebuah sedan mewah ke sebuah wilayah yang sangat luas dan sepi. Di sisi kanan-kiri jalan beraspal mulus dan licin, pepohonan rindang melingkupi alam terbuka yang sangat indah dengan perbukitan hijau ditanami mariyuana dan ganja pribadi. Sesekali ia melihat pos jaga pada radius lima ratus meter dengan enam tentara bayarannya berjaga-jaga, dilengkapi senjata mutakhir terkokang di tangan mereka.
    Mereka nampak memberi hormat ketika melihat kendaraan sang pimpinan melintasi mereka dan kembali berjaga-jaga dan berpatroli di setiap ladang luas masing-masing.
    Dari kejauhan sebuah rumah yang sangat mewah yang paling layak disebut istana nan besar dan megah di areal sekitar satu hektar, dikelilingi pagar tembok sangat tinggi. Beberapa tentara penjaga yang ada di sana memberi hormat kepadanya saat sedan itu telah berada di depan gerbang mewah berinisial sama seperti di pintu ruang kantornya. Kemudian seorang penjaga di sentry post menekan tombol, maka terbukalah gerbang otomatis. Disusuri lagi jalan mulus berkelok yang melewati taman alam yang mempesona dengan kolam-kolam ikan hias berenang ditingkahi keciprak air mancur dari bebatuan alam di sisi atau tengah kolam. Benar-benar merangsang mata berlama-lama memandang dan berada di sana. Sambil menghisap cerutu termahalnya, ia kemudikan laju sedannya perlahan hingga tiba di sebuah pelataran asri yang luas di muka istana miliknya.
    Para tentara yang berderap mondar-mandir berhenti memberi hormat, begitupun dua tentara di kanan dan kiri pintu masuk terbuat dari besi baja berbingkai kayu hitam mengkilap dengan ukiran khas Jepara nan artistik tak kalah hormat dan sopan melihat sang pimpinan saat keluar dari salah satu sedannya maroon metalik favoritnya.
    Salah satu bodyguard dari dua pria bertubuh gempal dan berotot kekar mengambil alih sedan itu dan memasukkan ke sebuah sudut ruang parkir kendaraan yang luas berkaca tebal antipeluru transparan. Ruang parkir itu menampilkan berbagai warna, jenis, bentuk dan model kendaraan berkelas dunia koleksi pribadi sang bos. Pemandangan ini hanya bagian terkecil kekayaan property yang yang terhidang, bila dibandingkan berbagai aset harta yang dikuasainya.
    Setelah kembali pengawal memarkirkan sedan itu, ia kembali menuju ke pimpinannya. Seperti biasa, bodyguard lainnya berjalan mendekat ke punggung sang bos dan membantu melepas jasnya. Lalu dikawal dua tentara dan dua bodyguard itu, ia berjalan masuk. Di dalam ruangan pertama terlihatlah betapa mempesona ornamen dan layout terpampang. Sebuah sajian lain dari furniture modern dan fasilitas mewah khas seorang miliarder nomor wahid di benua kecil itu.
    Langkah kaki mereka bagai berjalan di atas awan ketika sepatu-sepatu hitam menapaki ambal permadani sutera halus menghampar di lantai. Tiga meja hias di beberapa sudut ruangan menghiasi penataan yang apik, di atasnya beberapa arca kuno peninggalan bersejarah berdiri indah. Patung-patung arkeologis purbakala berbagai ukuran bersanding eksklusif tertata sedeikian rupa simetrisnya dengan perabot lain. Foto-foto diri berbagai gaya sang pimpinan di dinding marmer berlapis untaian kain ulos Batak menyuguhkan citarasa tinggi dan melengkapi hiasan artistik ruangan.
    Mereka lalui ruangan sepi yang luas, terawat dan tertata rapi tanpa noda atau debu secuilpun ini, hingga tiba di ujung ruang. Salah seorang bodyguard maju ke depan dan menekan sebuah tombol rahasia di suatu dinding, dan terbukalah sebuah pintu rahasia itu. Sebuah pemandangan lain yang sangat menyolok mata siapapun pasti terpaut ke arah itu.
Para tentara dan bodyguard Jetro memberi hormat kembali kepadanya untuk kembali berjaga-jaga di pintu masuk istana, setelah pengawalan selesai mereka lakukan.
Meskipun siang itu mentari sedang begitu terik, namun di area ia masuki terasa sejuk dengan tetumbuhan rindang di taman-taman luas berbukit-bukit dan selokan berkelok-kelok bergaya pedesaan modern membelah rerumputan hijau. Di bawah setiap pohon rindang bersandar sebuah meja putih bulat dari kayu yang indah dengan tiga kursi pendek dan sebuah kursi panjang empuk. Sekitar sepuluh meja itu terisi dengan obrolan dan cekikikan dua, tiga atau empat gadis muda nan cantik dan seksi berlapiskan bikini minim yang tipis dan transparan. Kecantikan dan kemolekan wajah dan tubuh mereka bak fotomodel, peragawati atau selebriti dunia yang mewakili negara masing-masing. Dari berbagai persamaan karakteristik kecantikan dan keayuan mereka sangat kentara pada diri mereka nampak pada wajah bak bulan purnama, alis bak bentuk taji, matanya bak bintang timur, pipi bak pauh dayang, bibir bak delima merekah, gigi bak mentimun, dagu bak lebah bergantung, tangan bak lilin dituang, jemari bak duri landak, betis bak perut padi, dan tumit bak telur burung.
    Begitu melihat sang pimpinan melintas, mereka sepakat mengembangkan senyum terindah yang nakal menggoda ke arahnya. Ia hanya diam melangkah ke sebuah kolam renang yang begitu luas dengan air biru langit beriak terkena hempasan ombak para gadis yang tengah berenang atau sekedar menjulurkan betis mulus mereka ke dalam air, sambil bercanda dan tertawa genit cekikikan. Di beberapa sisi kolam sebuah kursi pantai empuk yang diteduhi sebuah pohon di atasnya. Jetro mengambil salah satu kursi itu dan berbaring di sana seraya menjentikkan jemari dengan acuh dan malas ke beberapa gadis yang tengah tersenyum riang ke arahnya. Merekapun berbikini sangat minim menampilkan lekak-lekuk organ vital kewanitaan nan seksi mempesona. Tiga orang gadis itu langsung datang mengelilingi, memijat, dan melepaskan dasi, kemeja, sepatu dan celana panjang dan kaus kakinya. Mereka terus memijat tangan, tubuh dan kaki sang bos yang kini hanya celana pendek halus dengan kelembutan dan kehalusan tangan mereka, seolah-olah tak ingin menyakiti atau mengecewakannya. Ketawa cekikikan mereka meningkahi aksi mereka hingga akhirnya perbuatan mesum secara massal yang telah menjadi kebiasaan bejat di sana terlihat dengan jelasnya tanpa malu-malu sedikitpun. Sementara gadis-gadis lain seolah-olah tak melihat dan masih asyik dengan kegiatan mereka masing-masing. Apa yang mereka lihat dan dengar saat itu memang sudah menjadi rutinitas di kolam ini. Tak ada kata aneh, asing atau luar biasa buat mereka. Mohon ampunan Engkau, Ya Tuhan.
    Setelah hari menjelang sore, mereka selesaikan permainan itu. Ia beranjak ke arah pintu saat keluar tadi dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Seluruh pakaian yang tadi dilucuti, ia tinggalkan begitu saja, karena menurutnya sang pegawai setia pasti akan mengangkat dan membereskan di laundry. Ia susuri kembali ruang tadi, dan keluar hingga terlihat anak tangga di sebelah kanan.

Bersambung.......

A novel publisher or a film producer WANTED!

Tentang Penulis

Banyak selebaran, flash card, ringkasan, buku kecil maupun buku-buku lainnya yang memuat tatabahasa Bahasa Inggris yang menjelaskan tenses sebatas pada uraian singkat, bahkan mungkin tanpa penjelasan apalagi fungsi-fungsi, contoh-contoh dan evaluasinya. Oleh karena itu, tak pelak lagi tulisan Living English Tenses ini merupakan salah satu sumber referensi lengkap bagi mereka yang ingin menguasai dan memperdalam keenam belas tenses Bahasa Inggris. Pada blog ini, sebuah novel petualangan seorang anak kecil yang menjelajah ke suatu alam mayapada dan menjalankan serta menuntaskan misinya. ia dibantu ketiga mitranya. Bagaimana sepak terjangnya bersama ketiga mitra itu? Anda bisa baca pada setiap Fatsal di sini. Semua itu terangkum di dalam novel eXtremePower Riders (XPR), dan petualangan lain yang tak kalah dahsyatnya dalam The Black Continent Penulis yang berlatar belakang dari SMA Negeri 1 Depok (1988) Jurusan Bahasa dan Budaya (A4) dan IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung) Jurusan Bahasa Inggris (1991) menuangkan materi-materinya berdasarkan pengalaman-pengalaman menelaah dan belajar-mengajar sebagai praktisi Bahasa Inggris di beberapa sekolah baik SLTP, SLTA atau perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga informal kebahasaan.

Sementara pengalaman yang pernah dipetiknya sewaktu di Lembaga Pendidikan Yayasan “Setia Negara” yaitu Lokakarya Pemantapan Kurikulum 1994 Sekolah Menengah Kejuruan (14-15 Januari 1995), Pusdiklat LPIA, Zero Defect Quality (9-12 Juni 2003) merupakan hal yang sangat membantu alur penulisan naskah yang mudah dipahami bagi pembacanya. Contoh-contoh kalimat yang diberikan juga cukup praktis yang merupakan petikan pengalaman karya komunikatif semasa masih sebagai Visa Section Staff, Embassy of Japan at Jakarta (1994-1995), Personnel & General Affairs Staff, Nissho Iwai Corporation in Jakarta Office (1995-2000), SMK Izzata, Wakasek Kesiswaan & Kurikulum, School Administration and Management, (2004-2007), dan Student Apprentice Coordinator,  Practical English Course, English Instructor and Branch Manager / Vice Head of Depok Division (2005-2006).

 

Saat ini penulis aktif sebagai pimpinan manajemen di lembaga International English Instittute (IEI) for everyone beserta rekan-rekannya yang menangani pendidikan dan pelatihan Bahasa Inggris secara komunikatif bagi para pesertanya, di samping juga melayani permintaan penerjemahan teks atau buku berbahasa Inggris dari kliennya dan mengajar di salah satu SMU suasta di Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar