Senin, 16 Mei 2011

The Black Continent: Fatsal 5 Titi Van White Sand

Judul cerita:     XPR: The Black Continent   
Jenis:               Fiksi   
Tema:              Petualangan   
Penulis:            D.A. Satriadi   
Email:              iei.forveryone@gmail.com
Seluler:            082124947925 / 083872689719
Blogspot:         http://theblackcontinent.blogspot.com
Tanggal:           Depok, 01 Mei 2011


dediagussatriadi and Sisa Semangat Production gratefully presents

The Black Continent


Fatsal 5 Titi Van White Sand

         Pemandangan di kanan-kiri mobil yang ayah kemudi membuat Titi betah menoleh ke luar jendela. Adiknya yang tadi diajak bercakap-cakap kini telah tertidur di sebelah kanannya sejak beberapa menit keberangkatan pulang dari rumah kakek-nenek mereka di desa. Ayahnya mengajak seluruh keluarga menengok untuk suatu keperluan kemarin lusa dan menginap di sana. Ibu yang duduk di depanpun telah tertidur sejak beberapa menit yang lalu di sebelah ayah. Tinggal ayah yang sangat konsentrasi mengemudi, apalgi sesaat turun hujan di beberapa desa tadi. Ia memacu kendaraan kami dengan kecepatan sedang. Sehingga aku dapat lebih menikmati pemandangan di luar sana.

         “Kamu mau dengerin musik, Ti?” Tanya ayahnya sambil melirik lewat kaca spion dalam.

      “Terserah ayah, aja,” jawab Titi menoleh sebentar saat masih asyik memandangi ujung wilayah pedesaan terakhir. 

....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................

         Diam-diam kedua orang tuanya telah sepakat memberikan ujian akhir berupa duel dengan seorang anak angkat salah satu rekan veterannya yang mereka ketahui tengah mendidik dan menggemblengnya. Keempat orang tua itupun sudah sepakat menentukan waktunya yang tepat buat mereka berdua saling bertemu dan berhadapan menguji keahlian dan kecakapan masing-masing. Malam ini kedua orang tua Titi akan kedatangan rekan veterannya itu bersama puteri angkatnya di rumah ini. Kedua puteri angkat itu tak pernah tahu dengan rencana tersebut. Mereka akan diuji dengan duel-duel maut tangan kosong dan dengan senjata yang sudah disiapkan oleh kedua orang tua mereka.

Bersambung......

HELP ME, PLEASE.
A novel publisher or a film producer WANTED!

Tentang Penulis

Banyak selebaran, flash card, ringkasan, buku kecil maupun buku-buku lainnya yang memuat tatabahasa Bahasa Inggris yang menjelaskan tenses sebatas pada uraian singkat, bahkan mungkin tanpa penjelasan apalagi fungsi-fungsi, contoh-contoh dan evaluasinya. Oleh karena itu, tak pelak lagi tulisan Living English Tenses ini merupakan salah satu sumber referensi lengkap bagi mereka yang ingin menguasai dan memperdalam keenam belas tenses Bahasa Inggris. Pada blog ini, sebuah novel petualangan seorang anak kecil yang menjelajah ke suatu alam mayapada dan menjalankan serta menuntaskan misinya. ia dibantu ketiga mitranya. Bagaimana sepak terjangnya bersama ketiga mitra itu? Anda bisa baca pada setiap Fatsal di sini. Semua itu terangkum di dalam novel eXtremePower Riders (XPR), dan petualangan lain yang tak kalah dahsyatnya dalam The Black Continent Penulis yang berlatar belakang dari SMA Negeri 1 Depok (1988) Jurusan Bahasa dan Budaya (A4) dan IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung) Jurusan Bahasa Inggris (1991) menuangkan materi-materinya berdasarkan pengalaman-pengalaman menelaah dan belajar-mengajar sebagai praktisi Bahasa Inggris di beberapa sekolah baik SLTP, SLTA atau perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga informal kebahasaan.

Sementara pengalaman yang pernah dipetiknya sewaktu di Lembaga Pendidikan Yayasan “Setia Negara” yaitu Lokakarya Pemantapan Kurikulum 1994 Sekolah Menengah Kejuruan (14-15 Januari 1995), Pusdiklat LPIA, Zero Defect Quality (9-12 Juni 2003) merupakan hal yang sangat membantu alur penulisan naskah yang mudah dipahami bagi pembacanya. Contoh-contoh kalimat yang diberikan juga cukup praktis yang merupakan petikan pengalaman karya komunikatif semasa masih sebagai Visa Section Staff, Embassy of Japan at Jakarta (1994-1995), Personnel & General Affairs Staff, Nissho Iwai Corporation in Jakarta Office (1995-2000), SMK Izzata, Wakasek Kesiswaan & Kurikulum, School Administration and Management, (2004-2007), dan Student Apprentice Coordinator,  Practical English Course, English Instructor and Branch Manager / Vice Head of Depok Division (2005-2006).

 

Saat ini penulis aktif sebagai pimpinan manajemen di lembaga International English Instittute (IEI) for everyone beserta rekan-rekannya yang menangani pendidikan dan pelatihan Bahasa Inggris secara komunikatif bagi para pesertanya, di samping juga melayani permintaan penerjemahan teks atau buku berbahasa Inggris dari kliennya dan mengajar di salah satu SMU suasta di Jakarta.



The Black Continent: Fatsal 4 Intan Van Long Sanders

Judul cerita:     XPR: The Black Continent   
Jenis:               Fiksi   
Tema:              Petualangan   
Penulis:            D.A. Satriadi   
Email:              iei.forveryone@gmail.com
Seluler:            082124947925 / 083872689719
Blogspot:         http://theblackcontinent.blogspot.com
Tanggal:           Depok, 01 Mei 2011


dediagussatriadi and Sisa Semangat Production gratefully presents

The Black Continent




Fatsal 4 Intan Von Long Sanders

    “Aneh juga ya, ma….. Ada apa sebenarnya perwakilan pemerintah itu mengadakan berbagai jenis bazaar di alun-alun kota? Malah, panitia akan membagi-bagikan berbagai jenis bingkisan,” ujar seorang suami kepada isterinya.
    “Yang harus hadir bukan hanya kita berdua lho, pa…..tapi juga dengan anak-anak. Kutanya ibu-ibu lainpun sama. Dan ini acara sekota kita, pa,” timpal isterinya dengan bersemangat tanpa perasaan curiga sedikitpun.
    “Yeeee…..si mama ini gimana, ya….. Bukannya itu hal yang aneh? Acaranyapun diadakan begitu mendadak setelah beberapa hari saja penolakan warga kota ini dipindahkan ke wilayah lain, koq. Jangan-jangan……” kata sang suami tak jadi diteruskan.
    “Akh….papa curiga aja bawaannya. Udah dekh, ayo kita berangkat sekarang, pa. Intan mana?”

.................................................................................................
.................................................................................................
.................................................................................................


Bersambung.....


A novel publisher or a film producer WANTED!

Tentang Penulis

Banyak selebaran, flash card, ringkasan, buku kecil maupun buku-buku lainnya yang memuat tatabahasa Bahasa Inggris yang menjelaskan tenses sebatas pada uraian singkat, bahkan mungkin tanpa penjelasan apalagi fungsi-fungsi, contoh-contoh dan evaluasinya. Oleh karena itu, tak pelak lagi tulisan Living English Tenses ini merupakan salah satu sumber referensi lengkap bagi mereka yang ingin menguasai dan memperdalam keenam belas tenses Bahasa Inggris. Pada blog ini, sebuah novel petualangan seorang anak kecil yang menjelajah ke suatu alam mayapada dan menjalankan serta menuntaskan misinya. ia dibantu ketiga mitranya. Bagaimana sepak terjangnya bersama ketiga mitra itu? Anda bisa baca pada setiap Fatsal di sini. Semua itu terangkum di dalam novel eXtremePower Riders (XPR), dan petualangan lain yang tak kalah dahsyatnya dalam The Black Continent Penulis yang berlatar belakang dari SMA Negeri 1 Depok (1988) Jurusan Bahasa dan Budaya (A4) dan IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung) Jurusan Bahasa Inggris (1991) menuangkan materi-materinya berdasarkan pengalaman-pengalaman menelaah dan belajar-mengajar sebagai praktisi Bahasa Inggris di beberapa sekolah baik SLTP, SLTA atau perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga informal kebahasaan.

Sementara pengalaman yang pernah dipetiknya sewaktu di Lembaga Pendidikan Yayasan “Setia Negara” yaitu Lokakarya Pemantapan Kurikulum 1994 Sekolah Menengah Kejuruan (14-15 Januari 1995), Pusdiklat LPIA, Zero Defect Quality (9-12 Juni 2003) merupakan hal yang sangat membantu alur penulisan naskah yang mudah dipahami bagi pembacanya. Contoh-contoh kalimat yang diberikan juga cukup praktis yang merupakan petikan pengalaman karya komunikatif semasa masih sebagai Visa Section Staff, Embassy of Japan at Jakarta (1994-1995), Personnel & General Affairs Staff, Nissho Iwai Corporation in Jakarta Office (1995-2000), SMK Izzata, Wakasek Kesiswaan & Kurikulum, School Administration and Management, (2004-2007), dan Student Apprentice Coordinator,  Practical English Course, English Instructor and Branch Manager / Vice Head of Depok Division (2005-2006).

 

Saat ini penulis aktif sebagai pimpinan manajemen di lembaga International English Instittute (IEI) for everyone beserta rekan-rekannya yang menangani pendidikan dan pelatihan Bahasa Inggris secara komunikatif bagi para pesertanya, di samping juga melayani permintaan penerjemahan teks atau buku berbahasa Inggris dari kliennya dan mengajar di salah satu SMU suasta di Jakarta.


The Black Continent: Fatsal 3 Novi Van Shakerhead

Judul cerita:     XPR: The Black Continent   
Jenis:               Fiksi   
Tema:              Petualangan   
Penulis:            D.A. Satriadi   
Email:              iei.forveryone@gmail.com
Seluler:            082124947925 / 083872689719
Blogspot:         http://theblackcontinent.blogspot.com
Tanggal:           Depok, 01 Mei 2011


dediagussatriadi and Sisa Semangat Production gratefully presents

The Black Continent


Fatsal 3 Novi Van Shakerhead

           Di salah satu sudut ruangan yang kumuh dan dingin di sebuah perkotaan yang temaram dini hari tak membuat redam panas hatinya. Hanya isi kepala yang ia coba tenangkan dari bara api kemarahan yang tersulut karena kebiadaban pembantaian di kota kelahirannya, Shakerhead. Tubuhnya agak sedikit menggigil saat dinding sebuah kamar gedung yang terlihat agak retak. Mungkin dari sana terpaan angin malam menyelusup. Ia sedikit merapatkan tubuhnya yang mengenakan baju tidur pink tipis di atas lutut yang dibelikan sang nenek itu, saat lima hari lalu seorang kakek dan nenek baik hati ini mengangkat tubuhnya dari sebuah sungai. 

...........................................................................................
...........................................................................................
...........................................................................................

Bersambung........

A novel publisher or a film producer WANTED!

Tentang Penulis

Banyak selebaran, flash card, ringkasan, buku kecil maupun buku-buku lainnya yang memuat tatabahasa Bahasa Inggris yang menjelaskan tenses sebatas pada uraian singkat, bahkan mungkin tanpa penjelasan apalagi fungsi-fungsi, contoh-contoh dan evaluasinya. Oleh karena itu, tak pelak lagi tulisan Living English Tenses ini merupakan salah satu sumber referensi lengkap bagi mereka yang ingin menguasai dan memperdalam keenam belas tenses Bahasa Inggris. Pada blog ini, sebuah novel petualangan seorang anak kecil yang menjelajah ke suatu alam mayapada dan menjalankan serta menuntaskan misinya. ia dibantu ketiga mitranya. Bagaimana sepak terjangnya bersama ketiga mitra itu? Anda bisa baca pada setiap Fatsal di sini. Semua itu terangkum di dalam novel eXtremePower Riders (XPR), dan petualangan lain yang tak kalah dahsyatnya dalam The Black Continent Penulis yang berlatar belakang dari SMA Negeri 1 Depok (1988) Jurusan Bahasa dan Budaya (A4) dan IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung) Jurusan Bahasa Inggris (1991) menuangkan materi-materinya berdasarkan pengalaman-pengalaman menelaah dan belajar-mengajar sebagai praktisi Bahasa Inggris di beberapa sekolah baik SLTP, SLTA atau perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga informal kebahasaan.

Sementara pengalaman yang pernah dipetiknya sewaktu di Lembaga Pendidikan Yayasan “Setia Negara” yaitu Lokakarya Pemantapan Kurikulum 1994 Sekolah Menengah Kejuruan (14-15 Januari 1995), Pusdiklat LPIA, Zero Defect Quality (9-12 Juni 2003) merupakan hal yang sangat membantu alur penulisan naskah yang mudah dipahami bagi pembacanya. Contoh-contoh kalimat yang diberikan juga cukup praktis yang merupakan petikan pengalaman karya komunikatif semasa masih sebagai Visa Section Staff, Embassy of Japan at Jakarta (1994-1995), Personnel & General Affairs Staff, Nissho Iwai Corporation in Jakarta Office (1995-2000), SMK Izzata, Wakasek Kesiswaan & Kurikulum, School Administration and Management, (2004-2007), dan Student Apprentice Coordinator,  Practical English Course, English Instructor and Branch Manager / Vice Head of Depok Division (2005-2006).

 

Saat ini penulis aktif sebagai pimpinan manajemen di lembaga International English Instittute (IEI) for everyone beserta rekan-rekannya yang menangani pendidikan dan pelatihan Bahasa Inggris secara komunikatif bagi para pesertanya, di samping juga melayani permintaan penerjemahan teks atau buku berbahasa Inggris dari kliennya dan mengajar di salah satu SMU suasta di Jakarta.


Sabtu, 07 Mei 2011

The Black Continent: Fatsal 2 The Big Boss

Judul cerita:     XPR: The Black Continent   
Jenis:               Fiksi   
Tema:              Petualangan   
Penulis:            D.A. Satriadi   
Email:              iei.forveryone@gmail.com
Seluler:            082124947925 / 083872689719
Blogspot:         http://theblackcontinent.blogspot.com
Tanggal:           Depok, 01 Mei 2011


dediagussatriadi and Sisa Semangat Production gratefully presents

The Black Continent


Fatsal 2 The Big Boss

    Di pintu ruang ini terpampang dengan jelas inisial cuku besar dengan simbol gambar kepala serigala sedang mengaum. Taring-taring di kanan-kiri mulutnya terlihat sangat runcing dan tajam dengan khas wajah beringas yang nampak selalu haus dan lapar terhadap darah dan daging mangsanya. Di dalam duduk seorang laki-laki berperawakan sanghat tegap atletis meskipun berstelan jas hitam dan dasi pada kemejanya. Rambutnya tersisir kelimis ke atas dengan wajah putih dan hidung mancung dihiasi kumis tipis tanpa cambang dan jenggot. Tonjolan tulang yang sekilas terlihat samar menampakkan wajah oval; namun tersembul kesan garang dan sadis pada kemachoannya.
    Ia sedang memegang telepon, berbicara dengan seseorang. Tidak terlihat senyum di bibir tipisnya dan kata-katannya keras dan tegas, agak sedikit memaki dengan bentakan keras. Ia sangat serius, sehingga memutar kursi ke arah belakang di mana jendela bertirai renggang yang dapat dilipat ke atas dan ke bawah. Di atas meja tidak nampak berkas di sana, kecuali baki sign pen di sisi kanan, asbak di tengah dan telepon di kanan serta sebuah patung serigala yang tengah berdiri mengaum di atas kedua kaki belakangnya. Sementara kaki depannya seolah sedang menggapai dan mencakar calon mangsanya. Di sebelah kiri ruangan satu set sofa mewah beralaskan permadani halus dan lembut, dan di kanannya sebuah meja arsip panjang dengan berbagai jenis dan merk minuman berkelas berkadar alkohol tinggi berdiri dikelilingi di antara beberapa gelas minuman.
    “Bodoh!” Hardik pria itu dengan beringasnya kepada si penelepon di seberang sana.
    Lalu diputar kursinya lagi menghadap lemari berangkas di belakang meja di sebelah kanannya.
    “OK. Kuberikan waktu dua puluh empat jam lagi. Jangan kembali tanpa surat sertifikat lahan itu, dungu! Atau kucongkel mata kalian dengan penaku ini!! Kali ini bentakannya semakin keras mengancam sambil meraih sign pen tersebut.
    “Bodoh, morron! Dungu, otak kerbau!!” Setelah selesai membentak lawan bicaranya di sebrang sana, ia banting gagang telepon dengan keras sehingga menimbulkan suara benturan yang sangat keras.
    Lalu, ia mengambil sebatang cerutu berwarna coklat dari kotak di balik saku jasnya dan menyulutnya. Asapnya ia kepulkan ke atas dengan sedikitmendongakkan kepalanya setelah beberapa kali hisapan kuat dari mulutnya.
    Ia letakkan mancis emas dan ia menraih gagang telepon dan menekan beberapa nomor. Setelah tersambung ia memerintahkan seseorang di telepon itu untuk menghadapnya.
    “Han, datang ke ruanganku,” perintahnya.
    Tak berapa lama orang yang dipanggil Hanpun mengetuk pintu ruangan.
    “Masuk.”
    “Ya, Pak Jetro. Ada yang Cenilhan bisa kerjakan untuk Bapak?” Tanya seorang gadis muda yang sangat cantik dengan manja dengan tubuhnya yang tinggi semampai sangat seksi berbusana blus ketat dan rok agak tinggi memperlihatkan lekak-lekuk tubuh bagian dalam yang sensitif yang aduhai dan auratnya.
    “Kamu konfirmasikan kembali kepada Pak Budigil, Pak Aleandro, dan Pak Diyanto. Jam tujuh nanti malam menghadapku di ruang pertemuan,” perintahnya kepada gadis itu dengan nada tegas masih tersisa kemarahannya setelah berbicara di telepon tadi.
    “Baik, Pak,” jawabnya dengan berjalan ke sebelah kiri, lalu meraih telepon dan memutar nomor milik nama-nama yang disebutkan tadi. Sementara mata sang bos terus mengawasi dengan penuh nafsu beringas ke tubuh sang gadis muda itu tak henti-hentinya seolah-olah tak sabar ingin menerkamnya saat itu juga.
    “Pak Budigil, bos memerintahkan Anda datang ke pertemuan jam tujuh nanti malam. Terima kasih, Pak,” ucapnya kepada seseorang yang disebut Budigil di seberang pesawat telepon.
    Setelah ketiga nama itu dihubungi satu-persatu, lalu ia melaporkan kepada atasannya, Pak Jetro yang masih menatap tubuh indahnya itu dari atas hingga ke ujung kakinya seolah-olah baru pertama kali ia melihatnya.
    “Mereka akan datang jam tujuh nanti malam, Pak,” lapornya dengan pandangan mata yang genit menggoda.
    “Kamu memang sekretarisku yang cantik dan cerdas, Cenilhan. Kemari sini, sayang…..” pujinya sambil menjulurkan kedua tangannya ke arah sang sekretaris itu.
    Cenilhan hanya tersenyum merekah dan menghampiri atasannya itu, lalu perlahan menghempaskan tubuhnya di atas pangkuannya.
    “Bagaimana, kamu sudah sarapan, sayangku?” Tanyanya lembut saat ia berada di dalam pangkuannya.
    “Sudah, bos. Sebelum berangkat kantor tadi,” jawabnya centil sambil tangan kanannya mengusap-usap lengan jas atasannya.
    “Nanti kamu makan siang setelah ini seperti biasa…….” Ujarnya tak melanjutkan kata-katanya.
    “Mmmmh….”
Cenilhanpun hanya bisa menggumam panjang tak bisa melanjutkan kata-katanya setelah kedua bibirnya berhasil disergap oleh atasannya itu. Di ruangan itu, sejuknya pendingin ruangan menambah irama kegiatan seksual bebas kedua insan, tanpa ada seorangpun yang berani masuk ke ruangan atau mengganggunya. Hal itu sudah menjadi rutinitas bejat mereka seolah-olah seperti pasangan suami-isteri saja. Mereka seperti sudah merasa aman, tenang, dan bebas melakukan permesuman itu. Setelah kurang lebih dua jam mereka baru menyelesaikan free sex dan kembali berpakaian seperti semula.
    Kembali sang bos mengambil cerutu dan menyulutnya, lalu mengepul-ngepulkan asap ke wajah sekretarisnya sambil tersenyum puas. Si gadis hanya berdiri tersenyum, lalu menghampirinya, duduk pada tangan kursi atasannya dan memeluknya mesra.
    “Bagaimana, bos?”
    Yang ditanya mengamati bagian-bagian sensitif di atas dan bawah lalu berkata, “Amazing…… Setelah kamu selesai memepersiapkan notulen untuk nanti malam, pergilah berbelanjasesuka hatimu,” sahutnya sambil mengeluarkan beberapa lembaran dolar yang cukup tebal. Tentu saja, itu membuat matanya berbinar kegirangan, sehingga ia mengecup bibir atasannya itu. Setelah beberapa lama sang bos mendorongnya, lalu berkata lagi.
    “O….iya, Gammbya dan Wapkanska sedang apa?” Tanyanya setelah menyelipkan semua lembaran itu ke belahan payudara di dalam blusnya.
    “Mereka sedang mengarsipkan dokumen-dokumen penting dan mnegetik di laptopnya.”
    “OK. Kamu lanjutkan tugasmu dan panggil Gammbya jika sudah selesai,” perintahnya.
    Kemudian ia menyuruh Cenilhan keluar dan menjalankan perintahnya. Selang tak berapa lama seseorang mengetuk pintu dan langsung diperintahkan masuk. Muncullah seorang gadis muda yang tak kalah seksi dan ranum lalu menutup pintu itu kembali. Ia mendekat dan diperintahkan duduk di hadapan sang bos. Mereka bercakap-cakap sebentar tentang pekerjaan dan tugas-tugasnya hari ini. Sang bospun memerintahkannya untuk menyiapkan pertemuan penting nanti malam kepada sekretaris keduanya ini. Seperti sudah menjadi rutinitas tertentu, mereka berdua kembali melakukan kegiatan free sex seperti hari-hari sebelumnya. Begitupun terhadap gadis ketiga, Wapkanska, kini ia seperti layaknya sebuah hidangan penutup makan siang sang bos hari ini. Kembali berkubang dengan maksiat dan dosa.
    “Mumpung aku sedang jaya dan kesempatan menikmati surga dunia ini,” katanya kepada diri sendiri berprinsip tentang keasyikan dan kesenangannya itu.
    Permainan demi permainan seksual bebas dengan gadis-gadis yang sangat mudah baginya dapatkan kapan saja ia kehendaki. Ia telah melupakan hakikat kehidupan hakiki. Ia seperti sudah menjadi penguasa tunggal di penjuru wilayah ini. Dengan menguasai seluruh perdagangan dan pendistribusian obat-obatan terlarang, perjudian, permesuman dan kriminalitas ke dunia internasional, ia merasa tak akan pernah tersentuh oleh hukum dan perundang-undangan.
    Jetro sungguh-sungguh tak mau tahu dan kenal lagi dengan nasehat atau saran kebenaran dari siapapun. Menurutnya bahwa dirinyalah kebenaran itu. Bahkan tokoh agama atau cendekiawan sekalipun tak mampu mengetuk sanubarinya.
    Ia juga sudah lupa bahwa kehidupan dunia itu hanya permainan, kesenangan, perhiasan, bermegah-megahan dan antara mereka berbanyak-banyakan dalam harta dan keturunan. Ia dan orang-orangnya itu telah senang dan tenang dengan kehidupan dunia.
    Setelah tiba jam makan siang di kantornya dan tidak menemukan permasalahan yang berarti di sana, ia bergegas ke ruang khusus ia bersantap menikmati hidangan istimewa yang tersedia beberapa saat. Kemudian ia meninggalkan kantor itu dan bergegas menuju ke tempat peristirahatannya. Dipacunya sendiri sebuah sedan mewah ke sebuah wilayah yang sangat luas dan sepi. Di sisi kanan-kiri jalan beraspal mulus dan licin, pepohonan rindang melingkupi alam terbuka yang sangat indah dengan perbukitan hijau ditanami mariyuana dan ganja pribadi. Sesekali ia melihat pos jaga pada radius lima ratus meter dengan enam tentara bayarannya berjaga-jaga, dilengkapi senjata mutakhir terkokang di tangan mereka.
    Mereka nampak memberi hormat ketika melihat kendaraan sang pimpinan melintasi mereka dan kembali berjaga-jaga dan berpatroli di setiap ladang luas masing-masing.
    Dari kejauhan sebuah rumah yang sangat mewah yang paling layak disebut istana nan besar dan megah di areal sekitar satu hektar, dikelilingi pagar tembok sangat tinggi. Beberapa tentara penjaga yang ada di sana memberi hormat kepadanya saat sedan itu telah berada di depan gerbang mewah berinisial sama seperti di pintu ruang kantornya. Kemudian seorang penjaga di sentry post menekan tombol, maka terbukalah gerbang otomatis. Disusuri lagi jalan mulus berkelok yang melewati taman alam yang mempesona dengan kolam-kolam ikan hias berenang ditingkahi keciprak air mancur dari bebatuan alam di sisi atau tengah kolam. Benar-benar merangsang mata berlama-lama memandang dan berada di sana. Sambil menghisap cerutu termahalnya, ia kemudikan laju sedannya perlahan hingga tiba di sebuah pelataran asri yang luas di muka istana miliknya.
    Para tentara yang berderap mondar-mandir berhenti memberi hormat, begitupun dua tentara di kanan dan kiri pintu masuk terbuat dari besi baja berbingkai kayu hitam mengkilap dengan ukiran khas Jepara nan artistik tak kalah hormat dan sopan melihat sang pimpinan saat keluar dari salah satu sedannya maroon metalik favoritnya.
    Salah satu bodyguard dari dua pria bertubuh gempal dan berotot kekar mengambil alih sedan itu dan memasukkan ke sebuah sudut ruang parkir kendaraan yang luas berkaca tebal antipeluru transparan. Ruang parkir itu menampilkan berbagai warna, jenis, bentuk dan model kendaraan berkelas dunia koleksi pribadi sang bos. Pemandangan ini hanya bagian terkecil kekayaan property yang yang terhidang, bila dibandingkan berbagai aset harta yang dikuasainya.
    Setelah kembali pengawal memarkirkan sedan itu, ia kembali menuju ke pimpinannya. Seperti biasa, bodyguard lainnya berjalan mendekat ke punggung sang bos dan membantu melepas jasnya. Lalu dikawal dua tentara dan dua bodyguard itu, ia berjalan masuk. Di dalam ruangan pertama terlihatlah betapa mempesona ornamen dan layout terpampang. Sebuah sajian lain dari furniture modern dan fasilitas mewah khas seorang miliarder nomor wahid di benua kecil itu.
    Langkah kaki mereka bagai berjalan di atas awan ketika sepatu-sepatu hitam menapaki ambal permadani sutera halus menghampar di lantai. Tiga meja hias di beberapa sudut ruangan menghiasi penataan yang apik, di atasnya beberapa arca kuno peninggalan bersejarah berdiri indah. Patung-patung arkeologis purbakala berbagai ukuran bersanding eksklusif tertata sedeikian rupa simetrisnya dengan perabot lain. Foto-foto diri berbagai gaya sang pimpinan di dinding marmer berlapis untaian kain ulos Batak menyuguhkan citarasa tinggi dan melengkapi hiasan artistik ruangan.
    Mereka lalui ruangan sepi yang luas, terawat dan tertata rapi tanpa noda atau debu secuilpun ini, hingga tiba di ujung ruang. Salah seorang bodyguard maju ke depan dan menekan sebuah tombol rahasia di suatu dinding, dan terbukalah sebuah pintu rahasia itu. Sebuah pemandangan lain yang sangat menyolok mata siapapun pasti terpaut ke arah itu.
Para tentara dan bodyguard Jetro memberi hormat kembali kepadanya untuk kembali berjaga-jaga di pintu masuk istana, setelah pengawalan selesai mereka lakukan.
Meskipun siang itu mentari sedang begitu terik, namun di area ia masuki terasa sejuk dengan tetumbuhan rindang di taman-taman luas berbukit-bukit dan selokan berkelok-kelok bergaya pedesaan modern membelah rerumputan hijau. Di bawah setiap pohon rindang bersandar sebuah meja putih bulat dari kayu yang indah dengan tiga kursi pendek dan sebuah kursi panjang empuk. Sekitar sepuluh meja itu terisi dengan obrolan dan cekikikan dua, tiga atau empat gadis muda nan cantik dan seksi berlapiskan bikini minim yang tipis dan transparan. Kecantikan dan kemolekan wajah dan tubuh mereka bak fotomodel, peragawati atau selebriti dunia yang mewakili negara masing-masing. Dari berbagai persamaan karakteristik kecantikan dan keayuan mereka sangat kentara pada diri mereka nampak pada wajah bak bulan purnama, alis bak bentuk taji, matanya bak bintang timur, pipi bak pauh dayang, bibir bak delima merekah, gigi bak mentimun, dagu bak lebah bergantung, tangan bak lilin dituang, jemari bak duri landak, betis bak perut padi, dan tumit bak telur burung.
    Begitu melihat sang pimpinan melintas, mereka sepakat mengembangkan senyum terindah yang nakal menggoda ke arahnya. Ia hanya diam melangkah ke sebuah kolam renang yang begitu luas dengan air biru langit beriak terkena hempasan ombak para gadis yang tengah berenang atau sekedar menjulurkan betis mulus mereka ke dalam air, sambil bercanda dan tertawa genit cekikikan. Di beberapa sisi kolam sebuah kursi pantai empuk yang diteduhi sebuah pohon di atasnya. Jetro mengambil salah satu kursi itu dan berbaring di sana seraya menjentikkan jemari dengan acuh dan malas ke beberapa gadis yang tengah tersenyum riang ke arahnya. Merekapun berbikini sangat minim menampilkan lekak-lekuk organ vital kewanitaan nan seksi mempesona. Tiga orang gadis itu langsung datang mengelilingi, memijat, dan melepaskan dasi, kemeja, sepatu dan celana panjang dan kaus kakinya. Mereka terus memijat tangan, tubuh dan kaki sang bos yang kini hanya celana pendek halus dengan kelembutan dan kehalusan tangan mereka, seolah-olah tak ingin menyakiti atau mengecewakannya. Ketawa cekikikan mereka meningkahi aksi mereka hingga akhirnya perbuatan mesum secara massal yang telah menjadi kebiasaan bejat di sana terlihat dengan jelasnya tanpa malu-malu sedikitpun. Sementara gadis-gadis lain seolah-olah tak melihat dan masih asyik dengan kegiatan mereka masing-masing. Apa yang mereka lihat dan dengar saat itu memang sudah menjadi rutinitas di kolam ini. Tak ada kata aneh, asing atau luar biasa buat mereka. Mohon ampunan Engkau, Ya Tuhan.
    Setelah hari menjelang sore, mereka selesaikan permainan itu. Ia beranjak ke arah pintu saat keluar tadi dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Seluruh pakaian yang tadi dilucuti, ia tinggalkan begitu saja, karena menurutnya sang pegawai setia pasti akan mengangkat dan membereskan di laundry. Ia susuri kembali ruang tadi, dan keluar hingga terlihat anak tangga di sebelah kanan.

Bersambung.......

A novel publisher or a film producer WANTED!

Tentang Penulis

Banyak selebaran, flash card, ringkasan, buku kecil maupun buku-buku lainnya yang memuat tatabahasa Bahasa Inggris yang menjelaskan tenses sebatas pada uraian singkat, bahkan mungkin tanpa penjelasan apalagi fungsi-fungsi, contoh-contoh dan evaluasinya. Oleh karena itu, tak pelak lagi tulisan Living English Tenses ini merupakan salah satu sumber referensi lengkap bagi mereka yang ingin menguasai dan memperdalam keenam belas tenses Bahasa Inggris. Pada blog ini, sebuah novel petualangan seorang anak kecil yang menjelajah ke suatu alam mayapada dan menjalankan serta menuntaskan misinya. ia dibantu ketiga mitranya. Bagaimana sepak terjangnya bersama ketiga mitra itu? Anda bisa baca pada setiap Fatsal di sini. Semua itu terangkum di dalam novel eXtremePower Riders (XPR), dan petualangan lain yang tak kalah dahsyatnya dalam The Black Continent Penulis yang berlatar belakang dari SMA Negeri 1 Depok (1988) Jurusan Bahasa dan Budaya (A4) dan IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung) Jurusan Bahasa Inggris (1991) menuangkan materi-materinya berdasarkan pengalaman-pengalaman menelaah dan belajar-mengajar sebagai praktisi Bahasa Inggris di beberapa sekolah baik SLTP, SLTA atau perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga informal kebahasaan.

Sementara pengalaman yang pernah dipetiknya sewaktu di Lembaga Pendidikan Yayasan “Setia Negara” yaitu Lokakarya Pemantapan Kurikulum 1994 Sekolah Menengah Kejuruan (14-15 Januari 1995), Pusdiklat LPIA, Zero Defect Quality (9-12 Juni 2003) merupakan hal yang sangat membantu alur penulisan naskah yang mudah dipahami bagi pembacanya. Contoh-contoh kalimat yang diberikan juga cukup praktis yang merupakan petikan pengalaman karya komunikatif semasa masih sebagai Visa Section Staff, Embassy of Japan at Jakarta (1994-1995), Personnel & General Affairs Staff, Nissho Iwai Corporation in Jakarta Office (1995-2000), SMK Izzata, Wakasek Kesiswaan & Kurikulum, School Administration and Management, (2004-2007), dan Student Apprentice Coordinator,  Practical English Course, English Instructor and Branch Manager / Vice Head of Depok Division (2005-2006).

 

Saat ini penulis aktif sebagai pimpinan manajemen di lembaga International English Instittute (IEI) for everyone beserta rekan-rekannya yang menangani pendidikan dan pelatihan Bahasa Inggris secara komunikatif bagi para pesertanya, di samping juga melayani permintaan penerjemahan teks atau buku berbahasa Inggris dari kliennya dan mengajar di salah satu SMU suasta di Jakarta.


The Black Continent: Fatsal 1 Entahlah, Sepertinya Aku Suka Kamu

Judul cerita:     XPR: The Black Continent   
Jenis:               Fiksi   
Tema:              Petualangan   
Penulis:            D.A. Satriadi   
Email:              iei.forveryone@gmail.com
Seluler:            082124947925 / 083872689719
Blogspot:         http://theblackcontinent.blogspot.com
Tanggal:           Depok, 01 Mei 2011


dediagussatriadi and Sisa Semangat Production gratefully presents

The Black Continent



Fatsal 1 Entahlah, Sepertinya Aku Suka Kamu

    Kuulangi lagi membaca halaman blog kumpulan puisi ini, dan kuterpaut pada sebuah puisi paling bawah yang isinya paling mengundang mataku penasaran.

    Terimakasihku pada isteri dan puteri
    Keacuhan dan cibirannya menjadi bara api
    Graitude-ku pada kedua puteraku
    Perhatian dan simpatinya menjadi anak-anak tangga
    Gracias-ku pada pena
    Tintanya menjadi nyata terbaca
    Hatur nuhunku pada kertas dan PC
    Lemabarannya menjadi sketsa goresan berisi

    Niat dan tekad saja tak akan jadi
    Bila mereka tak ada di sisi
    Manatah mungkin masuk ke hati
    Bila kata tak mampu lagi memberi arti

    Kuulangi lagi bati terakhir dan kubaca sekali lagi dengan perlahan makna terkandung di dalamnya.

    Niat dan tekad saja tak akan jadi
    Bila mereka tak ada di sisi
    Manatah mungkin masuk ke hati
    Bila kata tak mampu lagi memberi arti

    “Ehh…..kenapa aku mesti berlama-lama di halaman blog ini? Bagaimana dengan pencarian deskripsi-deskripsi untuk tugas matakuliah Antropologi kawasan Pasifik dan Atlantik nanti?” Sungutku pada diri sendiri.
    Sebelum aku mengetikkan kata-kata kunci pada search engine itu, kusimpan halaman blog tadi dengan bookmarks agar aku bisa buka dan membaca kembali nanti. Menurutku puisi tadi memiliki kata-kata sederhana, singkat dan mudah dimengerti. Mungkin si penulis blog tentang puisi itu sedang mencurahkan isi hatinya pada puisi itu. Setelah alamatnya di http://iei-4every1.blogspot.com/2011/03/kumpulan-puisi-puisi-by-da-satriadi.html tersimpan, aku mulai mengetikkan keywords yang dibutuhkan. Cukup lama aku menjelajah dan sudah lumayan banyak artikel yang kubutuhkan sebagai bahan referensi makalahku ini. Kulihat jarum jam menunjukkan angka dua dini hari. Lalu kubergegas menyelesaikan persiapanku untuk maju di ruang kuliah besok. Tak berapa lama print-out-ku selesai dan kujilid sendiri hingga rapih menjadi sebuah paper.
    “Tinggal membuat satu set salinan pagi-pagi besok,” pikirku dalam hati.
    Aku menggeliat di depan meja belajarku sambil melirik tempat tidurku yang sederhana. Sebuah kasur dipan dengan sebuah bantal dan guling berseprai ungu. Aku menjadi tambah mengantuk dibuatnya. Aku bangkit dan berjalan ke arahnya. Duduk di tepian dan kubaringkan tubuhku dan mataku mulai mengawasi langit-langit kamar ini. Sejenak kuterbayang kembali peristiwa silam saat bersama ketiga mitraku yang tidak lain papa, kedua kakak perempuan dan adik laki-lakiku di Kerajaan Gemrilozie. Petualangan beberapa tahun silam bersama mereka sangat berkesan dan kini semakin jelas bertautan dari satu ke kisah lainnya, mulai dari lenyapnya adikku, Aga ke alam lain, disusul papa, lalu aku dan kakakku. Akhirnya kami ketahui bahwa kami terhisap selubung cahaya di sudut ruang kerja papa ke kerajaan di alam itu, hingga bayangan pertempuran-pertempuran kami dengan manusia-manusia yang sangat kuat. Bayangan-bayangan itu masih sangat jelas kuingat bermain di pelupuk mataku. Bahkan, satu-persatu bayangan papa dan mamaku yang telah bertambah usia mereka, meskipun masih terlihat kebugaran mereka, kakakku yang kini telah bekerja di salah satu kantor, dan adikku, Aga yang menjadi The Chosen di Kerajaan Gemrilozie kini tengah bersekolah di sebuah sekolah menengah atas di Kota Depok.
    “Aaaah….gimana kabar mereka sekarang?” Desahku dalam hati, karena ada kerinduan ingin berkumpul lagi bersama mereka saat ini. Namun, kesibukanku menyelesaikan kuliahku di salah satu perguruan tinggi negeri di kota ini dan kegiatan perjalanan penelitian budaya baik itu pribadi maupun tugas kampus menyita waktu.
    “Kenapa ngambil jurusan itu, Mal?” Tanya papa suatu kali di rumah mendengar jurusan yang kupilih.
    “………….. Semakin mengenal budaya yang berbeda dan masa lalunya bisa mengetahui peradaban zaman itu, pa,” jawabku berdiplomasi.
    “Ya, sudah. Kalau itu memang minat kamu dan sudah menjadi sebuah keputusan bulat, papa hanya bisa berdoa agar kuliahmu lancar-lancar aja,” ujarnya menyetujui pilihanku pada akhirnya.
    “Makasih, pa,” sahutku singkat.
    “Tapi inget, gimanapun belajar itu prioritas utama, Mal, meskipun kamu dalam menjalankan sebuah misi apapun,” sambungnya lagi mengingatkanku, karena papapun tahu kami sering menjalankan misi kemanusiaan rahasia bersama sebagai XPR.
    “Ya, iya-lah, pa. Kemal juga tahu kalo itu sikh,” jawabku pelan sambil mengangguk meyakinkan papaku.
    Jurusan yang kupilih ini memang kelanjutan dari Strata-1 (S1) empat tahun lalu dan Program Magister (S2) kulanjutkan di kampusku yang sama membutuhkan enerjiku untuk bolak-balik ke perpustakaan kampus membaca buku-buku referensi sebanyak-banyaknya. Tidak saja aku sering ke sana untuk mendapatkan sumber-sumber, tapi juga menjadi rumahku kedua menimba wawasan melalui kelengkapan buku-buku bacaan yang menunjang perkuliahanku. Pada hari-hari senggangku, aku sempatkan mengunjungi tempat-tempat wisata dan cagar budaya untuk mengetahui dan memperdalam pengetahuanku tentang artefak-artefak peninggalan purbakala di beberapa daerah. Beberapa tempat yang pernah kukunjungi di Pulau Jawa, seperti Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Singasari, Kerajaan Bali, Kerajaan Wangsa Isyana dan Kerajaan Kediri di Jawa Timur, Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, Kerajaan Makasar di Sulawesi Selatan, hingga ke Irian Jayapun telah kusinggahi secara langsung. Di samping itu, akupun mencatat perjalanan-perjalananku di suatu majalah ilmiah dan ada beberapa yang telah diterbitkan menjadi buku-buku referensi. Sehingga tidak mengherankan nilai A untuk matakuliah-matakuliah jurusan. Hampir seluruh dosenku merasa puas dengan prestasi belajarku, dan kampusku memberikan sebuah beasiswa sejak kuliah S1 dahulu pada semester dua hingga S2 ini.
    Meskipun Antropologi yang kukenal merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Namun ia lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama. Sehingga menurut para ahli, disiplin ilmu ini mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan, seperti cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai yang dihasilkan, sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
    Kurasakan mataku semakin perih karena aku masih menahan kantukku, enggan untuk tertidur. Bayangan kisah-kisahku masih terus bermain dalam kenangan-kenangan yang terbingkai jelas di kepalaku.
    Banyak waktuku terus kusibukkan dengan mempelajari dan memperdalam peninggalan-peninggalan kuno negeri ini. Itu memang sejalan dengan salah satu matakuliah wajib yang kusukai Penelitian Antropologi: Teori, Metode dan Praktik. Berbagai candi di beberapa daerahpun silih-berganti kusambangi, menjadi tempat yang asyik bagiku untuk memperdalam studiku. Berbagai studi bandingku, baik itu secara pribadi maupun resmi dari kampus seolah-seolah menjadi rutinitasku: Candi Muara Takus di Jambi, Candi Nganen di Magelang, Jawa Tengah, Candi Padas di Tampak Siring, Bali, Candi Ijo di Kalimantan Selatan, Liang Bua yang merupakan goa arkeologis, dan sebagainya. Tidak cukup hingga di sana saja; Benteng Duurstede di Saparua, Maluku, Keraton Maimun di Medan, Prasasti Pasir Awi di daerah Bogor, hingga buku-buku kuno, seperti Buku Negarakertagama oleh Mpu Prapanca, Buku Ramayana oleh Mpu Walmiki turut menjadi perhatian seriusku. Dorongan perjalananku tidak semata-mata hasrat belajarku saja, namun saat kubaca sebuah artikel bahwa sekitar abad ke-15 dan 16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia, mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut, lalu  deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa. Sehingga kecintaanku untuk menguasai lebih jauh menambah penguasaan terhadap materi-materi di bangku kuliah. Bahkan, kampusku tidak hanya memberi beasiswa perkuliahanku, tapi juga membiayaiku mengadakan perjalanan budaya ke beberapa negara di luar negeri.
    Setelah kupaksa memejamkan mata dan hendak kukantuk-kantukkannya, akhirnya terasa sepah juga pandanganku ini. Sementara kulenyapkan segala kenangan itu. Beberapa menit kemudian, kenangan itu berubah menjadi bunga tidurku.
    “Met pagi, bu,” sapaku kepada Ibu Imam, ibu kostku di pagi harinya.
    “Selamat pagi, Nak Kemal. Mau berangkat kuliah pagi ini?” jawabnya sembari balik bertanya.
    “Iya.”
    “Hati-hati, Nak Kemal. Jangan ngebut,” katanya lagi mengingatkanku dan kujawab dengan anggukan hormat dan sopan kepadanya.
    Ibu Imam sudah kuanggap seperti orang tuaku sendiri. Di usianya yang menjelang enam puluh tujuhan itu masih cukup kuat merapihkan rumah yang ia tempati bersama suaminya. Sang suami, Pak Imam selalu setia bersamanya di usia-usia mereka menjelang senja. Pagi itu tak kulihatnya, mungkin ia masih di belakang rumah. Anak-anaknya sudah berkeluarga dan tinggal lain Kota Jakarta terkadang datang menjenguk mereka satu atau dua kali seminggu untuk berkumpul dengan kedua orang tua mereka.
    Rumah mereka tak begitu besar, hanya beberapa kamar saja. Halaman depan berumput masih tersisa sedikit untuk tanaman bunga-bungaan dan sebuah pohon  jambu air yang tidak begitu tinggi dan lebat dahannya. Halaman belakang hanya cukup untuk tempat menjemur pakaian dan beberapa sangkar burung bergantung piaraan Pak Imam. Salah satu kamar yang kutempati di bagian depanpun tidak begitu luas, namun ada kamar mandinya.
    Di jalan raya kupacu lambat sepeda motorku karena hari masih cukup pagi dan aku sengaja berangkat lebih awal agar bisa menghirup udara segar. Di samping itu, aku sengaja ingin membuat satu kopian tugas kuliahku pagi ini. Kanan-kiri jalan kulihat toko-toko masih tutup di sekitar Lenteng Agung ini. Sehingga semakin perlahan saja kukemudi motorku ini. Kulihat jam tanganku sudah sepuluh menit sejak aku berangkat tadi dari tempat kostku di bilangan Jagakarsa.terus kususri Jalan Raya Lenteng Agung ini hingga melewati salah satu sekolah menengah atas negeri dan pintu kereta. Lalu tak berapa lama aku sudah berada di lingkungan kampusku yang teduh dan rindang oleh pephononan hijau.
    “Bikin satu set, mas,” pintaku ke penjaga fotokopi langgananku itu saat ia menerima lembaran-lembaran yang cukup tebal makalahku.
    “Pagi bener hari ini…..tumben nikh, Mas Kemal,” katanya sambil memfotokopi lembaran-lembaran makalahku mengajak berkomunikasi.
    “Iya, ada presentasi materi,” jawabku singkat.
    “Oooo….,” komentarnya singkat, lalu membuka mesin itu karena kertas pada mesinnya tidak keluar dengan baik dan agak macet.
    Setelah selesai difotokopi dan dijilid, kubayar ongkosnya, langsung aku menuju ruang kuliahku di FISIP. Belum ada siapapun di sana dan kubuka lagi laptopku untuk mempersiapkan segala sesuatunya nanti agar bisa kutampilkan dengan slideshow menggunakan OHP.
    Satu-persatu beberapa rekanku datang dan kami saling bersapaan dan mengobrol beberapa hal. Beberapa rekanku seperti Borlen, Tameng Tze, Gundala, dan Patih serta Arjuna saling bercanda dan berolok-olok. Lalu mereka berbisik-bisik dan tertawa cekakan ketika beberapa rekan mahasiswi bergerombol masuk, di antaranya kulihat Rentri salah satunya di sana.
    Tak berapa perkuliahankupun dimulai dan aku diminta mempresentasikan makalahku hari ini. Kusajikan seluruh materi dengan berbagai rincian fakta temuanku dan opini dari beberapa pakar dengan lancar. Pagi ini presentasiku membuat sang dosen dan seluruh rekan mahasiswa terpukau. Sehingga hal itu mengundang tepuk tangan bersahutan atas penyajian yang didasari oleh analisa dan hipotesa logis, rasional dan berargumentatif sangat kuat dan jelas. Semua pertanyaan dan kritik kujawab dengan komentar yang memuaskan. Di akhir sesi matakuliah kami, sang dosen meminta hard-copy yang sudah kusiapkan itu dan selesai satu-satunya matakuliahku hari ini.
    “Sukses ya, Mal,” komentar teman-temanku memberi ucapan selamat dan menyalamiku.
    “Thanks,” jawabku pelan.
Aku sempatkan mengobrol dan bercanda bersama mereka di kantin sekitar setengah jam, lalu aku berbicara lagi kepada mereka.
“OK, gue cabut sekarang, ya. Masih ngantuk nikh,” kataku kepada mereka memberi alasan karena waktu telah menunjukkan sekitar pukul sepuluh.
    Sekitar tujuh rekankupun termasuk Rantri dan Borlen yang masih asyik mengobrol berkumpul dan bergerombol di depan pintu kuliah mengangguk. Tapi berbeda dengan Rantri yang terlihat tak begitu senang dengan kepergianku.
    Aku bergegas pulang dan tiba di kost langsung kurebahkan tubuhku di dipan ini. Setelah beberapa lama aku tidak bisa beristirahat dan kubuka kembali laptopku dari dalam backpack. Langsung kuhidupkan dan kupasang modem internet, aku mulai browsing lagi. Situasi di rumah kostku ini memang selalu sepi di saat-saat seperti ini. Ibu dan Pak Imam pemiliknya biasanya pergi bertandang ke rumah salah seorang putera atau puterinya untuk menjenguk cucu-cucunya, dan baru sore hari kembali pulang. Akupun semakin asyik dengan kegiatanku menjelajah di internet. Berbagai situs yang menyediakan informasi menunjang dan berhubungan dengan perkuliahanku kusambangi. Berbagai artikel berbahasa Indonesia maupun Inggris tak luput kubaca, tak terkecuali artikel beberapa blog atau situs yang mencatat sekitar tiga puluh dua artefak asli Indonesia yang diklaim negara asing yang menjadi milik mereka.
    “Aneh negara-negara ini!” Pikirku tak mengerti dengan ulah sebagian sejarawan termasuk budayawan atau arkeolog mereka berbuat seperti itu.
    “Hanya atas dasar kebiasaan setempat negara itu pada zaman ini, tapi tak berlatar belakang historis turun-termurun dan asal-usul yang jelas yang disertai bukti-bukti sejarah zaman dahulu, kenapa berani dan tak malu mengklaim di mata dunia bahwa itu semua milik mereka, ya?” Tanyaku pada diri sendiri merasa sangat aneh dengan ulah ‘nakal’ dan ‘bandel’ bangsa-bangsa yang katanya terhormat dan bermartabat itu.
    Sambil kubaca beberapa artikel lain dari situs yang berbeda, aku menjadi mengeluhkan tingkah ‘pencaplokan’ mereka.
    “Sebagai negara yang hidup bertetangga apalagi serumpun udah gak punya hormat ke negara gue, nikh,” lanjutku mengomentari dalam hati.
    “Sebelum mengklaim sejumlah itu asli milik mereka, adakan konfirmasi ke negara yang bersangkutan, keq. Keberatan apa kagak jika mereka mengklaim begitu. ‘Kan masing-masing negara punya kantor perwakilan negara-negara…… Mereka bodoh banget sikh, ya, atau mungkin rakus kali,” sungutku sendirian.
    Setelah aku cukup membaca referensi-referensi itu, lalu kulanjutkan mencari topik-topik lain dan kuketikkan keywords yang berhubungan dengan peta dunia. Karena aku memang hendak memperluas cakrawala tentang informasi terbaru berbagai artefak dunia. Tampilan masing-masing negara, kepulauannya dan kota-kota kuperbesar, lalu kuperkecil lagi dan terus kujelajahi hingga tak terasa waktu telah pukul dua belas lewat beberapa menit.
    “Akh……keasyikan nikh,” gumamku.
    Sebelum kulanjutkan kegiatan browsing ini, aku seperti biasa pada jam-jam seperti ini berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk beribadah kepadaNya.
    Setelah selesai, kuklik tombol Enter untuk keluar dari screensaver laptopku, kulanjutkan kegiatanku ini. Kutemukan sebuah situs yang sangat lengkap menampilkan gambar bola dunia berikut peta benua-benua dengan berbagai negaranya kembali menjadi perhatian khusus. Kujelajahi setiap rincian dan tautannya, hingga pada akhirnya kujumpai sebuah gambar yang mirip sebuah benua yang tidak begitu besar. Ukurannya tidak lebih besar dari Benua Australia. Dan itu bukan juga seperti sebuah pulau, letaknya pada posisi 10-230 LS dan 1100-1600 BT, dekat dengan Kepulauan Honolulu di sebelah timur dan Pulau Irian dan Benua Australia di sebelah barat. Setahuku tidak ada benua baru sebelumnya, atau sebuah pulau atau kepulauan besar sebesar itu. Aku masih tak percaya dengan apa yang kujumpai dan kulihat.
    “Masa sikh ada sebuah tempat seperti pulau sangat besar atau benua kecil tanpa nama?” Gumamku sendiri kebingungan.
    Kuulangi pembesarannya sekali lagi dan benar saja semakin jelas. Ini memang sebuah benua, tetapi terlalu besar untuk disebut sebagai sebuah pulau!
    “Tapi tanpa nama benua, negara atau kota besar satupun, polos…….”
    “’Gak mungkin!”
    Dengan pensaran yang semakin besar karena baru siang ini kutemukan keanehan lokasi ini, padahal sudah berulangkali aku melihat peta dunia atau atlas baik itu di buku-buku atau situs-situs di internet. Tapi kali ini, beda! Kubuka menu tab baru pada browserku. Lalu kuketik kata kunci yang sama, dan kupilih alamat situs lain yang berbeda dengan sebelumnya. Kucari posisi pada garis lintang dan bujur tersebut.
    “Ada?! Apakah aku ‘gak salah lihat? Atau apakah ini sebuah benua baru?” Tanyaku pada diriku sendiri.
    Penasaranku semakin bertambah saja, lalu kuambil sebuah buku peta dunia yang lengkap dari rak bukuku, namun beberapa kali tak kutemukan gambar di lokasi itu pada posisinya. Kubuka lagi halaman pada gambar peta benua yang saling berdekatan, tapi hasilnya tetap nihil. Mataku terttuju kembali ke laptopku itu.
    “Apa iya aku salah lihat?”
    Dua tab itu masih belum menjawab pertanyaan-pertanyaanku, lalu kubuka halaman tab baru lainnya. Alamat-alamat situs di sana kubuka dan kujelajahi, benua itu masih ada di sana. Kata-kata kunci lainpun yang kupikir relevan kuketik, seperti benua, negara, kota baru, misalnya, namun tak disebutkan referensi yang mengarah tentang adanya atau ditemukannya sebuah lokasi ini.
    “Aaaneeh…. Kenapa aku lihat dan temukan lokasi itu, tapi tidak ada referensi atau keterangan apapun, ya?”
    Dalam kebingungan dan penasaranku yang tak bisa kupercayai ini, aku memutuskan menelepon sahabatku, Borlen. Siapa tahu aku tertinggal informasi atau ia mengetahui lebih dahulu tentang hal tersebut. Ia kupinta membuka beberapa alamat situs yang sama saat ini kujelajahi, meskipun ia bertanya-tanya kebingungan terhadap apa maksudku itu. Beberapa petunjukk koordinat dan posisi kuberitahu dengan jelas padanya.
    “Ya? Emang ada apaan sikh, Mal? Gangguin gue aja…..” Tanyanya sambil seperti bersungut-sungut, tapi kudengar suara ia menghidupkan dan membuka internetnya juga.
    “Gak…. Gue cuma pengen elo liat and nemuin lokasi semacam artefak arkeologi tertentu di sana, gak?” Jawabku mencoba menjelaskan maksudku dengan menyembunyikan temuanku ini.
    “Gimana sikh elo, ya……… Gak bisalah kalo cuma lewat peta kayak gini…..,” jawabnya menimpali alasanku tadi.
    Untuk hal tersebut ia memang benar. Tentu saja itu memang bukan salah satu cara mencari data atau informasi yang kumaksud.
    “So, elo gak liat atau nemuin apa-apa yang baru pada posisi dan koordinat itu?” Tanyaku masih tetap serius kepadanya.   
    “Wahhhh?! Kelewatan nikh anak. Untuk masalah-masalah besar dan rumit, elo jagonya bikin analisa dan hipotesa, tapi kayak begini, elo koq jadi debil, Mal! Bingung deh gue ama elo….. Wakakakakakakakak…..” komentarnya lagi sambil mengolok-olok dan mencandaiku, lalu tertawa kegirangan.
    “Gue ‘kan cuma pengen dapet ide aja dari elo. Siapa tahu elo liat sesuatu yang baru di peta itu, Len….” Jawabku mencari alasan lain sambil menyelidiki apakah ia juga melihat apa yang kutemukan.
    Dengan ungkapannya yang terakhir itu, aku semakin jelas bahwa ia memang tidak melihat apa yang kumaksud. Karena bila ia dapat melihatnya aku bisa memastikan ia akan kaget dan terbelalak dengan keanehan baru tersebut. Tetapi nyatanya tidak! Dan sampai di sini hanya aku saja yang dapat melihatnya. Apakah itu berarti karena aku memiliki kekuatan XPR?
    “Eh, Mal……elo nikh ya, belom wisuda S2 aja, udah kayak profesor linglung…… Makanya, kalo jadi mahasiswa tuh, jangan terlalu pinter! Bagi-bagi gue, keq…. Atau emang dasar elo mo gangguin gue aja nikh, rese! Udah, cari pacar sono, demen amat belajar melulu. Jadi orang sikh kayak gue, keq…… Lagi asyik nikh ama bokin gue! Ganggu gue aja, lo, wakakakakakakak………” balas Borlen dengan berbicara dari telepon dari seberang sana panjang-lebar diakhiri dengan tertawa terbahak-bahak kembali.
    “Belagu luh, baru jadi playboy cap kampak aja!” Balasku lagi pura-pura kesal dan disambutnya lagi dengan tertawa panjang merasa lucu, karena mendengarnya aku merasa kesal.
    “Biarin….. daripada elo tuh ye, kutu kertas alias kutas. ‘Tar abjad buku-buku pada nemplok di muka lo, baru tahu luh, wakakakakakak…..”
    “Biarin! Mendingan gue, nakh elo, berangkat kuliah dengan sisa-sisa lipstick di kemeja dan pipi lo masih pada nempel! Mau konser, bang? Wakakakakakak……” Timpalku lagi mencandai balik kepadanya karena ia tertangkap basah sewaktu aku dan beberapa rekan akrab mengobrol di kantin kampus sebelum masuk kuliah pertama, beberapa bekas tanda bibir terlihat di pipi dan kemejanya. Ia hanya tersenyum sambil berbicara bahwa ia lupa membersihkannya dan memohon maaf kepada kami dengan gaya bercanda disertai kebanggaan.
    Kami berdua memang terbiasa bercanda seperti ini, sekedar menghilangkan kesuntukan setelah selesai belajar. Meskipun begitu, ia termasuk mahasiswa S2 yang rajin dan berotak encer juga di kelas kami. Urutannyapun masuk sepuluh besar setelah Rentri dari total dua ratusan mahasiswa seangkatan kami.
    Akhirnya kami menutup pembicaraan dan melanjutkan kegiatan masing-masing.
    “Apa iya sikh, Borlen gak liat benua baru itu?” Tanyaku lagi pada diri sendiri menyimpulkan.
    Kuputar nomor selulerku rekanku yang lain kembali, kali ini hendak kucoba mencari informasi dari Rentri, sorang rekan akrab kuliahku. Ia bertumbuh tinggi semampai dengan wajah cantik bertahi lalat kecil di pipinya menambah kecantikan tersendiri baginya. Di kampus, ia salah satu mahasiswi incaran beberapa mahasiswa yang menaruh hati kepadanya, baik satu jurusan dan fakultas maupun jurusan dan fakultas lain. Banyak juga yang mendekatinya. Tetapi, ia tak menggubrisnya, dan hanya menganggap sebagai teman.
    “Tumben si jombloku nelpon gue siang-siang begini……. Ada apa, say? Sahutnya dari suara seluler di seberang sana menjawab dengan manja sapaanku tadi dan bertanya.
    “Anu…. Ren, elo lagi ngapain?”
    Aku sedikit ragu-ragu dan khawatir mengganggu dengan menghubunginya.
    “Biasalah….. browsing. Abis gue iseng dan suntuk abis baca buku kuliah, Mal. Mau ngapain lagi abisnya? Nunggu elo dateng, gak muncul-muncul……hehehehehe….”
    “Bisa aja lo, Ren. Kalo gitu, kebetulan dong, Ren. Coba dekh, elo ketik beberapa alamat ini…..” pintaku kepadanya sambil menyebutkan beberapa alamat situs itu.
    “Serius amat sikh, lo, Mal…..belajarnya,” komentarnya menanggapi permintaanku sambil ia ketikkan juga alamat yang kupinta tadi.
    “Ya, udah…. Terus apaan nikh selanjutnya? Ini ‘kan cuma alamat-alamat peta dunia dan informasi serta referensi nama-nama tempat, pah?” Lanjutnya lagi tidak mengerti dengan maksud ku sambil menggodaku dengan panggilan papa seolah-olah ia telah menjadi isteriku.
    Aku sebenarnya mengetahui bahwa diam-diam iapun salah satu mahasiswa yang mengagumi prestasi studiku di kampus, dan sering memberikan perhatian lebih terhadapku dibandingkan kepada rekan-rekanku lain bila kami sedang berkumpul atau mengadakan kerja kelompok, studi banding, penyelenggaraan event untuk amal atau kegiatan-kegiatan kampus lainnya. Dan seperti terhadap mahasiswi-mahasiswi lain yang merasa kagum dan simpatik, aku meresponsnya dengan biasa saja sebagai seorang teman akrab. Idealnya aku ingin studiku terfokus dan panggilan misi bersama ketiga mitraku yang lain sebagai XPR tak terganggu dengan urusan pribadiku. Oleh karena itu, aku lebih memilih tidak salah satupun dari mereka. Toh, dengan begitu mereka masih tetap baik dan akrab, dan kami masih bisa lebih leluasa mengekspresikan diri serta menikmati persahabatan yang baik dan sehat ini.
    “Sekarang, coba elo arahkan koordinatnya ke 10-230 LS dan 1100-1600 BT,” arahku memberi rincian.
    Tak berapa lama, ia merespons, ”Iya, udah….. . Terus, apaan? Gue bingung nikh, gak ngerti maksud elo, say…..” komentarnya dari seberang telepon.
    “Elo zoom lokasinya dekh kalo udah dapet,” jawabku.
    “Ya, ‘gak ada apa-apa, say……. Mo cari apaan sikh? Ooooo…. Gue ngerti sekarang! Elo mo ngajak gue ke Samudera Pasifik ya, pah? Duuuuh romantisnya elo ini ya, say…….hehehehe,” candanya setelah ia mengetahui nama perairan itu.
    “Yee, gimana sikh, Ren, gue ‘kan gak punya kapal pesiarnya. Emang elo mo berenang di sana?” Sahutku menimpali candanya.
    “Iya, tapi gue masih belom ngerti maksud elo nunjukin lokasi ini ke gue. Elo nemuin sesuatu Kemalku, sayaaaaang?” Tanyanya lagi sambil merajuk ingin tahu.
    “Belom pasti juga, Cuma gue lagi cari-cari inspirasi aja browsing-browsing ke halaman ini. Siapa tahu elo jadi my inspiration, gitu…..wakakakakakak,” jawabku dengan tertawa dan mencoba menutupi penemuanku yang masih mengejutkan diriku. Sekarang aku bertambah tak mengerti, dua orang teman yang kuhubungi itu tak melihatnya.
    “Mal, Maaal…….. Haloooooo…… Ada apa, say?” Tanyanya di seberang sana mengejutkanku.
    “Iya, Ren, kenapa?” Tanyaku menutupi keterkejutanku saat aku memiukirkan hal itu.
    “Koq, jadi diem gitu. Jangan-jangan lagi mikirin gue nikh…. Atau ngelamun jorok lo, ya? Hehehehehe….. Udeh, dateng aja. Gue tunggu….” ujarnya sempat mengagetkanku ketika beberapa saat aku diam sejenak bertanya-tanya sendiri.
    “Ya udeh, diem berarti iya. Gue tunggu beneran, say…… daaaag,” katanya lagi dan terdengar nada tut-tut-tut pada selulerku pertanda pembicaraan sudah diputusnya. Aku menjadi bertambah bingung karena belum sempat mengatakan iya atau tidak.
    Aku menjadi diam sejenak, karena masih bingung dan nada itu menyadarkanku. Kini tinggal aku yang masih memegang selulerku dekat telingaku, lalu kuturunkan untuk kuakhiri dengan menekan simbol telepon menelungkup pada keypadnya.
    “Dateng ke rumahnya, untuk apa? Dan kini ia menungguku?” Tanyaku pada diri sendiri sambil menimbang-nimbang undangannya itu dan kutahu ia tidak main-main, karena nadanya begitu serius, setengah memaksa.
    Aku sempat berjalan bolak-balik di kamarku beberapa kali, lalu melongkok ke luar jendela sambil terus berpikir apakah aku perlu datang atau tidak. Untuk satu topik itu saja aku harus memastikan bahwa hanya aku saja yang dapat melihat benua itu. Aku juga sempat terpikirkan kemungkinan ada sesuatu yang tak beres pada laptopku, sehingga Cuma pada jaringan internet di sini saja benua itu dapat terlihat. Aku menjadi ingin melihatnya langsung di jaringan internet komputer atau laptop lain selain kepunyaanku ini.
    Akhirnya kuputuskan ke rumah Rentri dengan beberapa pertimbangan itu, ditambah lagi kemungkinan ia mau menemaniku ke warung internet yang menjamur dewasa ini di hampir setiap pelosok. Kupikir tak ada salahnya aku memeriksa di tempat lain.
    “Ehhhh….dateng juga. Gue pikir elo gak dateng…….say,” katanya agak terkejut ketika melihatku sudah berada di depan pintu. Ia nampak agak kikuk, apalagi saat mengucapkan kata say yang terlihat ragu-ragu dan hati-hati.
    “Masuk dekh, Mal.”
    “Trims. Sepi banget rumah lo, Ren.”
    “Biasalah kalo siang menjelang sore begini. Adik gue masih kuliah dan bonyok masih gawe kali. Ke laptopku, yuk,” sahutnya menerangkan dan mengajakku ke ruang keluarga. Dari kejauhan sebuah laptop dengan modem internet yang masih menyala di atas sebuah meja sofa.
    Kulihat ia memang sedang browsing di ruangan ini, televisipun masih menyala menyiarkan infotainment siang pada sebuah saluran suasta ibukota. Ruangan ini cukup luas dengan empat sofa setengah melingkar dan meja di tengah. Di sudut, sebuah lemari hias berisi beberapa benda antik di dalamnya. Ukiran lemari khas dari Jepara mempercantik corak dan gaya arsitektur tradisional bernilai seni tinggi dan cita rasa keluarga dunia berkualitas high class asli Indonesia terkenal di kancah internasional. Pantaslah bila gaya ukiran sangat indah semacam ini juga diklaim oleh seorang oknum warga negara Perancis, seperti yang terjadi pada kursi taman dengan ornamen ukir khas Jepara dari Jawa Tengah.
    Lantainya berambal biru laut nan tebal membuat siapapun nyaman dan betah di ruangan ini dipadu dengan warna cerah dinding menambah semangat kegembiraan berkumpul anggota keluarga.
    “Tadi, kamu mau nunjukkin apaan sikh, Mal?” Tanyanya memecah keheningan kami berdua di ruangan ini. Terdengar nadanya agak datar, kaku tau mungkin grogi.
    Berada di rumahnya sendiri bersamaku, kuperhatikan secara sembunyi-sembunyi ia agak sedikit formil dan kaku memang. Itu tidak seperti biasanya kudengar dan kulihat di kampus atau di telepon yang begitu mesra menggebu-gebu. Kurasakan perubahan itu. Naluriku merasakan ia memiliki perasaan itu. Namun, aku sedikit ragu meyakininya, lalu kucoba iseng hendak memancing dan menggodanya.
    “Gak, cuman iseng aja di kostan, dan ingin main ke tempat lo aja,” jawabku sekenanya. Lalu kulihat tatapan matanya agak sedikit berbinar saat menolehku di depan laptopnya.
    “Ooo….”
    “Koq, ooooo….?” Tanyaku kepadanya yang membuat ia sedikit gelagapan tak menyangka aku terus mengejar apa yang sedang ia kini rasakan.
    Di sini semakin kulihat perubahan rona wajahnya sendu menatapku. Aku sengaja duduk di sebelahnya menatap ke laptopnya.
    “Mal, aku sudah buka situs-situsnya yang kamu pinta tadi,” ujarnya.
    “Kenapa?”
    “Halaman-halaman itu,” kata-katanya dilanjutkan dengan nada tak yakin dan menjadi tambah bingung dengan pertanyaan ambiguitasku.
    “Kata-kata elo itu, kenapa? Koq, kayak yang gak biasa gue denger….. Elo lagi gak enak badan? Biar gue cabut,” balasku lagi dengan nada lebih akrab untuk menenangkan perasaan grogi dirinya.
    “Gak apa-apa, koq,” katanya singkat hendak menghindar.
    “Ya, udah,” ujarku kembali memfokuskan diri ke layar monitor laptopnya.
    Kemudian ia masih bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan sama kenapa memintanya membuka halaman-halaman ini. Ia juga menanyakan apakah ada sesuatu yang menarik perhatianku dan kujawab sekenanya bahwa aku sengaja hendak berkunjung ke rumahnya dan mengobrol dengannya. Kulihat ada perasaan senang di matanya nan indah itu. Aku semakin melihat ada sinar bahagia pada dirinya di sana yang tak sanggup ia tutupi lagi.
    Setelah kuketahui perasaan hatinya yang terpancar melalui tatapan kedua mata nan indah itu, aku semakin mengetahui ia menyukaiku. Lalu kualihkan pandanganku ke monitor lagi. Menurutnya ia tak melihat sesuatu yang aneh di koordinat itu. Tapi, tidak dengan aku.
    Tak sadar kusentuh layar yang memperlihatkan benua kecil itu. Ternyata aku bisa melihatnya di laptop milik Rentri, tidak saja pada laptopku. Itu artinya juga di jaringan internet lain dapat kulihat. Perlahan kuusap benua itu sambil menatapnya lekat-lekat. Hal ini yang membuat ia tambah tak mengerti dengan tingkahku yang aneh menurutnya.
    “Mal, elo gak apa-apa, kan?” Giliran ia sekarang yang bertanya begitu kepadaku.
    “Dan ada apa dengan samudera itu? Koq, sepertinya penting banget buat elo? Ceritain dong ke gue…..” berondong Rentri lagi dengan beberapa pertanyaan menggunakan kata-kata yang terdengar telah kembali mampu mengatasi segala perasaannya.
    Agak terkejut juga aku dengan pertanyaan-pertanyaannya itu, tapi aku tak ingin ia menganggapku aneh dengan mengungkapkan apa yang sedang kulihat. Di samping itu, aku belom mencoba mencetaknya melalui sebuah printer. Jadi, aku berusaha menutupi rasa keanehan ini dengan memberitahunya bahwa aku tiba-tiba merasa tidak enak badan.
    “Ya, udah. Istirahat aja, say,” sarannya mempercayai kata-kataku.
    “Say?” Tanyaku mencoba meledeknya lagi, karena melihat ia sudah bersikap seperti sebelumnya.
    “Iya, maksud gue, sayur……hahahahaha.”
    “Bener nikh…..bukan kepanjangan dari ‘sayang’ maksud elo.”
    “Ikh….ge-er banget.”
    “Tapi bener, kan?
    Kembali ia diam agak tersedak, ragu hendak mengungkapkan isi hatinya saat itu atau tidak.
    “Ren, thanks ya elo udah nerima gue main di rumah. Elo emang temen gue yang paling baik,” ujarku lagi sambil berbisik di telinganya, lalu mengusap pipinya dengan buku tangan kananku dengan lembut saat ia memejamkan matanya.
    Aku pamit pulang sebelum kami terpancing suasana , diantar Rentri yang masih menggunakan pakaian rumah, kaus biru longgar dengan celana pendek menutupi lututnya. Hingga ke pintu gerbang rumahnya yang asri berlantai dua. Sepanjang kami berjalan ke gerbang itu, ia hanya diam tak banyak berbicara lagi, kecuali lebih banyak menundukkan wajah. Aku mengerti perasaannya dan aku sudah terlanjur menganggapnya sebagai sahabat baik buatku.
    Gas motor kutancap dengan cepat dan langsung kupulang ke rumah kostku. Aku merasa tambah yakin sekarang dengan penemuanku. Sehingga aku tak perlu ke warung internet lagi. Di samping, hari ini telah beranjak sore menunjukkan pukul empat. Begitu tiba di kamarku, langsung aku hidupkan laptop dan membuka kembali halaman itu dan mencetaknya. Kini gambar benua itu namkpak jelas di mataku dan aku sudah punya rencana tersendiri dengannya.

Bersambung.......

A novel publisher or a film producer WANTED!

Tentang Penulis

Banyak selebaran, flash card, ringkasan, buku kecil maupun buku-buku lainnya yang memuat tatabahasa Bahasa Inggris yang menjelaskan tenses sebatas pada uraian singkat, bahkan mungkin tanpa penjelasan apalagi fungsi-fungsi, contoh-contoh dan evaluasinya. Oleh karena itu, tak pelak lagi tulisan Living English Tenses ini merupakan salah satu sumber referensi lengkap bagi mereka yang ingin menguasai dan memperdalam keenam belas tenses Bahasa Inggris. Pada blog ini, sebuah novel petualangan seorang anak kecil yang menjelajah ke suatu alam mayapada dan menjalankan serta menuntaskan misinya. ia dibantu ketiga mitranya. Bagaimana sepak terjangnya bersama ketiga mitra itu? Anda bisa baca pada setiap Fatsal di sini. Semua itu terangkum di dalam novel eXtremePower Riders (XPR), dan novel petualangan lain yang tak kalah dahsyatnya, The Black Continent Penulis yang berlatar belakang dari SMA Negeri 1 Depok (1988) Jurusan Bahasa dan Budaya (A4) dan IKIP Bandung (sekarang UPI Bandung) Jurusan Bahasa Inggris (1991) menuangkan materi-materinya berdasarkan pengalaman-pengalaman menelaah dan belajar-mengajar sebagai praktisi Bahasa Inggris di beberapa sekolah baik SLTP, SLTA atau perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga informal kebahasaan.

Sementara pengalaman yang pernah dipetiknya sewaktu di Lembaga Pendidikan Yayasan “Setia Negara” yaitu Lokakarya Pemantapan Kurikulum 1994 Sekolah Menengah Kejuruan (14-15 Januari 1995), Pusdiklat LPIA, Zero Defect Quality (9-12 Juni 2003) merupakan hal yang sangat membantu alur penulisan naskah yang mudah dipahami bagi pembacanya. Contoh-contoh kalimat yang diberikan juga cukup praktis yang merupakan petikan pengalaman karya komunikatif semasa masih sebagai Visa Section Staff, Embassy of Japan at Jakarta (1994-1995), Personnel & General Affairs Staff, Nissho Iwai Corporation in Jakarta Office (1995-2000), SMK Izzata, Wakasek Kesiswaan & Kurikulum, School Administration and Management, (2004-2007), dan Student Apprentice Coordinator,  Practical English Course, English Instructor and Branch Manager / Vice Head of Depok Division (2005-2006).

 

Saat ini penulis aktif sebagai pimpinan manajemen di lembaga International English Instittute (IEI) for everyone beserta rekan-rekannya yang menangani pendidikan dan pelatihan Bahasa Inggris secara komunikatif bagi para pesertanya, di samping juga melayani permintaan penerjemahan teks atau buku berbahasa Inggris dari kliennya dan mengajar di salah satu SMU suasta di Jakarta.